Hai kamu.
Apa kabar dirimu yang entah berada di mana ? baik saja bukan ? aku harap kamu selalu baik di manapun kau berada. Ngomong-ngomong, kamu ke mana saja ? sudah tiga minggu aku tak bertemu dan melihat dirimu duduk bersebrangan dengan ku. Aku selalu menanti-nantikan dirimu muncul di depan pintu gereja dengan santainya sambil melangkah masuk dan duduk di bangku biasa yang kau tempati. Sudah tiga minggu. Aku rindu melihatmu.
Tiga minggu yang lalu, aku melihat wanita paruh baya yang biasa datang bersamamu datang seorang diri dan duduk di tempat biasa kalian duduk. Ketika aku melihatnya datang sendiri, ingin sekali rasanya aku bertanya pada dirinya di manakah dirimu berada. Mengapa kau tidak hadir bersamanya. Namun pertanyaan-pertanyaan itu hanya ku simpan di dalam kepalaku. Tiga minggu yang lalu. Aku merindukanmu.
Dua minggu yang lalu, (lagi) aku tidak bisa melihatmu karena aku pergi untuk bertemu Tuhan pada jam sembilan, bukan pada jam enam seperti biasanya. Dengan penuh harap, aku berharap kamu juga berada dalam ibadah jam Sembilan. Namun, mungkin itu adalah hal yang tidak mungkin. Pada dua minggu yang lalu, pertanyaan yang ada di dalam kepalaku adalah apakah hari itu kau datang di ibadah jam enam. Apakah kau mencariku, karena diriku tidak ada di ibadah jam enam. Minggu yang penuh misteri, yaitu minggu ini, minggu yang penuh dengan kata Tanya. Dua minggu yang lalu. Aku sangat merindukanmu.
Satu minggu yang lalu, (lagi-lagi) aku tidak menemukanmu di bangkumu biasanya. Aku begitu menantikan kehadiranmu di bangku tempat biasanya kau duduk. Dan kali ini, wanita paruh baya yang biasa datang bersamamu pun tidak hadir. Ke mana kalian ? khususnya kemana dirimu ? mengapa setiap minggunya selalu ada pertanyaan yang tidak aku ketahui jawabannya ? siapakah yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaanku ? bisakah kau menjawab semua pertanyaan yang ada di kepalaku ? hanya cukup dengan kau hadir pada minggu ini di gereja, itu sudah melebihi dari menjawab semua pertanyaan yang ada di kepalaku. Taukah kamu betapa amat sangat rindunya diriku melihatmu seperangkat dengan senyum manismu, dengan gerak-gerikmu, dengan sifat cuekmu, dan semua tentangmu ? Satu minggu yang lalu. Aku semakin merindukanmu.
Tahukah kamu, tujuh hari dalam seminggu aku hanya memiliki satu hari keberuntungan untuk melihatmu ? itu hanyalah satu hari ! yaitu hari Minggu beruntung yang aku dapatkan jika aku dapat melihatmu. Tahukah kamu, untuk menunggu hari Minggu itu aku harus melewati enam hari berat dengan pelajaran-pelajaran yang akhirnya membawaku pada hari di mana aku tak sabar bertemu dirimu ? Tahukah kamu, betapa sedihnya dan betapa rindunya aku jika setelah aku melewati enam hari beratku dan aku tak bertemu denganmu di hari ke tujuh ? atau tahukah kamu betapa sedihnya aku jika aku tidak melihatmu di hari Minggu, hari sebelum aku kembali memulai enam hari beratku tanpamu ?
Tidak melihatmu satu kali di satu hari Mingguku sama saja dengan kau menanam benih bunga yang jika kau sirami terus maka akan bertumbuhlah benih itu. Dan keadaannya sekarang adalah kau sudah menanaman benih rindu selama tiga minggu, sehingga semakin besarlah rasa rinduku padamu. Setiap minggu kau tidak hadir, semakin bertambah pula rasa rinduku.
Aku harap minggu ini kau dapat menjawab semua pertanyaan tanpa jawaban yang tak aku tahu selama tiga minggu belakangan ini.
Tertanda,
Beatrix
Tidak ada komentar:
Posting Komentar